GUDANG CERITA

Hujan di Tengah Keramaian

Di tengah keramaian kota yang sibuk, seorang laki-laki berdiri tegak dengan payung hitam di tangannya. Jaket tebal yang ia kenakan tampak basah oleh hujan yang turun deras.

CERITA CORNER

10/17/20243 min baca

Foto: https://www.freepik.com/

Di tengah keramaian kota yang sibuk, seorang laki-laki berdiri tegak dengan payung hitam di tangannya. Jaket tebal yang ia kenakan tampak basah oleh hujan yang turun deras. Wajahnya tampak tegang, matanya menatap lurus ke depan, seolah mencari sesuatu atau seseorang di antara lautan manusia yang berlalu-lalang.

Namanya adalah Arman. Hari itu, ia sedang menunggu seseorang yang sangat berarti baginya. Hujan yang turun sejak pagi tidak menghalanginya untuk tetap berdiri di sana, di bawah payung yang melindunginya dari derasnya air. Setiap tetes hujan yang jatuh seakan menambah beban di hatinya yang sudah penuh dengan kecemasan.

Arman mengingat kembali percakapan terakhirnya dengan Laila, perempuan yang telah mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan. Mereka bertengkar hebat beberapa hari yang lalu, dan Laila pergi tanpa meninggalkan pesan. Arman merasa bersalah, dan hari ini ia bertekad untuk meminta maaf dan memperbaiki segalanya.

Keramaian di sekitar Arman semakin padat. Orang-orang berlalu dengan cepat, sibuk dengan urusan masing-masing, tidak ada yang memperhatikan laki-laki yang berdiri dengan gelisah di bawah payung hitamnya. Waktu terus berjalan, dan Arman mulai merasa putus asa. Apakah Laila akan datang? Apakah ia akan memaafkannya?

Tiba-tiba, di antara kerumunan, Arman melihat sosok yang sangat dikenalnya. Laila, dengan rambut panjangnya yang basah oleh hujan, berjalan mendekat. Hatinya berdebar kencang. Ia ingin berlari menghampirinya, tapi kakinya terasa berat. Laila berhenti beberapa langkah di depannya, menatapnya dengan mata yang penuh emosi.

"Arman," suara Laila terdengar lembut namun tegas. "Aku hadir di sini karena ingin mendengarkan penjelasanmu."

Arman menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Laila, aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Aku tidak bisa membiarkan kita berpisah seperti ini. Aku mencintaimu, dan aku akan melakukan apa saja untuk memperbaiki semuanya."

Laila menatap Arman dengan mata yang berkaca-kaca. Hujan terus turun, membasahi mereka berdua. "Arman, aku juga mencintaimu. Tapi kita harus belajar untuk saling memahami dan menghargai. Aku tidak ingin kita terus bertengkar."

Arman mengangguk, air mata bercampur dengan tetesan hujan di wajahnya. "Aku berjanji, Laila. Aku akan berubah. Aku akan menjadi lebih baik untuk kita."

Laila tersenyum tipis, lalu melangkah mendekat dan memeluk Arman. Di bawah payung hitam itu, mereka berdiri bersama, membiarkan hujan menjadi saksi dari janji mereka untuk memulai kembali.

Arman dan Laila berdiri dalam pelukan, membiarkan hujan yang deras membasahi mereka. Di tengah keramaian yang terus bergerak, mereka menemukan momen tenang di bawah payung hitam itu. Perlahan, mereka melepaskan pelukan dan saling menatap, seolah mencari kepastian di mata satu sama lain.

"Arman, aku ingin kita mulai dari awal," kata Laila dengan suara lembut. "Kita harus belajar untuk lebih terbuka dan jujur satu sama lain."

Arman mengangguk setuju. "Aku setuju, Laila. Aku akan berusaha lebih baik. Aku tidak ingin kehilanganmu lagi."

Mereka mulai berjalan bersama, meninggalkan tempat itu dengan langkah yang lebih ringan. Hujan masih turun, tapi kini terasa lebih hangat, seolah alam mendukung keputusan mereka untuk memperbaiki hubungan. Mereka berbicara tentang banyak hal, mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam.

Di sebuah kafe kecil yang hangat, mereka duduk berdua, menikmati secangkir kopi panas. Suasana kafe yang tenang memberikan mereka ruang untuk berbicara lebih dalam. Arman menceritakan kekhawatirannya, ketakutannya akan kehilangan, dan bagaimana ia merasa bersalah atas pertengkaran mereka.

Laila mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali menggenggam tangan Arman untuk memberinya dukungan. "Arman, aku juga punya kekhawatiran. Aku takut kita tidak bisa melewati ini. Tapi aku percaya, jika kita berusaha bersama, kita bisa."

Malam itu, mereka pulang dengan hati yang lebih tenang. Hujan telah reda, meninggalkan aroma tanah basah yang menyegarkan. Di bawah langit malam yang cerah, mereka berjalan berdampingan, tangan mereka saling menggenggam erat.

Hari-hari berikutnya, Arman dan Laila mulai membangun kembali hubungan mereka dengan lebih baik. Mereka belajar untuk lebih menghargai satu sama lain, mengatasi perbedaan dengan komunikasi yang lebih baik. Setiap tantangan yang datang, mereka hadapi bersama, dengan keyakinan bahwa cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi segalanya.

Di suatu pagi yang cerah, beberapa bulan kemudian, Arman mengajak Laila ke tempat di mana mereka pertama kali bertemu. Di sana, di bawah pohon besar yang rindang, Arman berlutut dan mengeluarkan sebuah cincin dari sakunya.

"Laila, maukah kamu menikah denganku?" tanyanya dengan suara bergetar.

Laila terkejut, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. "Ya, Arman. Aku mau," jawabnya dengan senyum lebar.

Mereka berpelukan erat, diiringi tepuk tangan dari orang-orang di sekitar yang menyaksikan momen indah itu. Di bawah langit biru yang cerah, Arman dan Laila memulai babak baru dalam hidup mereka, dengan cinta yang lebih kuat dan komitmen yang lebih dalam.